Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA-PMII) menggagas pendirian Universitas Abdurrahman Wahid. Rencana tersebut muncul untuk melestarikan pemikiran Gus Dur tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralisme.

”Kami merasa perlu untuk melestarikan dan menjaga kontinuitas pemikiran Gus Dur dengan mendirikan Universitas Abdurrahman Wahid,” kata Ketua Umum PB IKA-PMII Arif Mudatsir Mandan di Sekretariat PB IKA-PMII Jl. Jeruk no.6 Menteng Jakarta Pusat Rabu (6/1).

Menurut Salah satu Ketua DPP PPP ini, Universitas Abdurrahman Wahid ini akan menjadi kawah candradimuka untuk menggodog dan mengembangkan ide-ide Gus Dur selama ini. Diharapkan, dari universitas tersebut lahir pemikir-pemikir baru yang terus menjaga ide besar pluralisme dan multikulturalisme di Indonesia. ”Harapan kami bisa muncul Gus Dur-Gus Dur baru dari perguruan tinggi ini,” tegas Arif.

Gagasan pendirian universitas tersebut, lanjut Arif, akan dibicarakan dengan tiga komponen penting, yakni Keluarga Gus Dur, Nahdlatul Ulama, dan kolega Gus Dur lintas komunitas, lintas etnis, dan lintas agama. ”Yang memiliki Gus Dur itu bukan hanya orang NU, tetapi semua kelompok dan bangsa ini. Kita ingin, universitas yang berdiri nanti, betul-betul merepresentasikan sosok Gus Dur yang pluralis dan menghormati keberagaman. Lokasinya, insya Allah di Jakarta,” ujarnya.

Sementara itu, Sekjen IKA PMII Effendy Choirie menilai ide mendirikan universitas Abdurrahman Wahid ini orisinil dari keluarga besar PMII. Ide ini dirasa sangat mendesak direalisasikan di tengah munculnya fundamenalisme Islam dan pemahaman keagamaan yang sempit. “Ide pendirian universitas ini penting untuk melahirkan pemimpin yang punya visi, wawasan kebangsaan yang inklusif dan toleran. Sebab, saat ini tengah marak pemahaman keagamaan yang sempit dan radikal,” terang Gus Choi.

Selain mendirikan universitas, lanjut Gus Choi, IKA PMII juga mendorong pemerintah melalui Depsos segera menetapkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Sebab, aspirasi rakyat untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan tidak hanya datang dari satu daerah dan satu kelompok saja.

“Kalau ada orang yang tidak setuju dengan gelar pahlawan untuk Gus Dur, itu berarti kelompok teroris dan fundamentalis Islam. Karena syarat-syarat yang lain soal gelar pahlawan sudah dipenuhi Gus Dur dan semua kelompok menyetujui usulan itu,” tegas Gus Choi.

Terkait usulan rehabilitasi nama Gus Dur, Gus Choi menolak tegas gagasan itu. Sebab, lanjut Gus Choi, Gus Dur jatuh dari posisinya sebagai presiden karena adanya konspirasi politik, bukan karena kesalahan Gus Dur sebagaimana yang dituduhkan dalam kasus Bullogate dan Bruneigate. Apalagi tidak pernah ada pengadilan atas tudingan itu kepada Gus Dur. “Nama Gus Dur tidak perlu direhabilitasi karena soal Bullogate dan Bruneigate. Sebab memang kasus itu tidak ada, hanya akal-akalan saja. Gus Dur diturunkan bukan karena salah, tetapi karena kalah. Jadi apanya yang mau direhabilitasi,” tegasnya.

Selain kedua hal diatas, PB IKA PMII juga akan memprakarsai dijadikannya tanggal 30 Desember sebagai hari kemajemukan nasional. Hal ini didasarkan pada upaya merealisikan dasar-dasar Pancasila dan semangat Bhinneka Tunggal Ika serta pluralisme. (m khusen yusuf)